Powered By Blogger

Thursday 24 November 2016

Persilangan dengan dua sifat beda / DIHIBRIDA

Persilangan dengan Dua Sifat Beda (Dihibrida)
Selain melakukan percobaan dengan satu sifat beda, Mendel juga melakukan percobaan persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan yang dilakukan pada dua individu dengan memperhatikan dua sifat beda disebut dengan persilangan dihibrida. Tanaman kacang kapri yang dipilih selalu merupakan galur murni. Dalam ekperimennya, Mendel memilih kacang kapri biji bulat, warna kuning untuk disilangkan dengan kacang kapri biji keriput warna hijau. Pada F1–nya diperoleh semua keturunannya berbiji bulat warna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa sifat biji bulat, warna kuning dominan terhadap sifat biji keriput, warna hijau.
Hasil persilangan pertama tadi (F1), selanjutnya ditanam kembali dan dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri. Biji-biji yang dihasilkan, oleh Mendel disebut turunan kedua (F2), dengan fenotipe biji bulat warna kuning : Biji Bulat warna hijau : biji keriput warna kuning : biji keriput warna hijau dengan perbandingan (rasio) = 9 : 3 : 3 : 1. Proses penurunan sifat pada persilangan dihibrida dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bila B = simbul untuk gen bulat (dominan), b = simbul untuk gen kisut, K = untuk warna kuning, k = simbul gen warna hijau, maka genotipe parental dan filia dari F1 dan F2 dapat dibuat seperti Gambar 11 berikut ini:







Keturunan kedua (F2):
 
                  

BK

Bk

bK

bk
BK
BBKK  
(1)
BBKk
(2)

BbKK
(3)
BbKk
(4)
Bk
BBKk
(5)

BBkk
(6)
BbKk
(7)
Bbkk
(8)
bK
BbKK
(9)
BbKk
(10)
bbKK
(11)
bbKk
(12)
bk
BbKk
(13)

Bbkk
(14)
bbKk
(15)
bbkk
(16)
            Gambar 11  : Bagan Persilangan pada Dihibrid                   
                                        Sumber        : Nurharyati (2006)

Diagram punnet di atas menunjukkan bahwa variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan dihobrida lebih banyak dari variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan monohibrida. Pada persilangan dihibrid :
a.       Persilangan antar F1 (BbKk  x  BbKk) menghasilkan 9/16 turunan biji bulat warna kuning dengan genotipe BBKK (1), BBKk (2), BbKK (2), BbKk (4); 3/16 biji bulat warna hijau dengan genotipe, BBkk (1), Bbkk (2); 3/16 bagian biji keriput warna kuning dengan genotipe, bbKK (1), bbKk (2); 1/16 bagian biji keriput warna hijau dengan genotipe, bbkk (1).
b.      Di antara F2 ternyata muncul dua kombinasi sifat fenotipe yang tidak dimiliki oleh kedua induknya (P). Kedua fenotipe baru ini adalah biji bulat warna hijau dan biji keriput warna kuning. Dari kenyataan ini Mendel berasumsi bahwa dalam pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Jika pada monohibrida terjadi segregasi (pemisahan) bebas dari satu pasang alel (Hukum Mendel - I), maka pada dihibrida F1 dengan genotipe BbKk, dalam pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk. Prinsip Mendel inilah yang kemudian disebut dengan Hukum Mendel – II yaitu hukum pengelompokkan gen secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes) atau hukum pilihan acak (Random Assortment).
c.       Hasil keturunan pada kotak nomor 1, 6, 11 dan 16 yang letaknya diagonal dari kiri atas ke kanan bawah, semuanya bersifat homozigot.
d.      Sedangkan pada kotak nomor 4, 7, 10 dan 13 yang letaknya diagonal dari kanan atas ke kiri bawah, semuanya bersifat heterozigot dengan genotipe dan fenotipe yang sama.
Selain dengan cara punnet seperti di atas, keturunan pada persilangan dihibrida juga dapat dicari dengan menggunakan sistem bracket. Sistem ini dapat digunakan untuk menentukan : 1) macam gamet dari suatu individu, 2) rasio fenotipe dari suatu persilangan, 3) rasio genotipe dari suatu persilangan.
Mencari gamet dari individu dengan genotipe BbKk
        
K           BK                               K          bK
B                                                 b
           k            Bk                                  k          bk

  Selanjutnya gamet yang terbentuk disilangkan :

                                                                  1 KK---> BBKK = 1
                                                                                                            Fenotipe:
  1 BB                    2 Kk----> BBKk = 2         Bulat Kuning=
                                                                                                             9/16 bagian
                                                                  1 kk-----> BBkk = 1

                                                                  1 KK----> BbKK = 2       Fenotipe:
                                                                                                           Bulat hijau =
BbKk><BbKk                2 Bb                  2 Kk-----> BbKk = 4        3/16 bagian

                                                                   1 kk----->  Bbkk = 2
                                                                                                           Fenotipe:
                                                                   1 KK----> bbKK = 1      Keriput Kuning=
                                                                                                           3/16 bagian
     1 bb                   2 Kk-----> bbKk = 2
                                                                        Fenotipe:
                                1 kk-----> bbkk = 1         Keriput hijau =                
                                                  16 individu   1/16 bagian